Langsung ke konten utama

Menjembatani Budaya di Kelas, Refleksi 2 Studi Kasus CRT

 

Menjembatani Budaya di Kelas, Refleksi  Studi Kasus CRT

Penulis: Rasimun

Kategori: Refleksi PPG, Praktik Mengajar, Culturally Responsive Teaching

 


Halo rekan-rekan pendidik!

Dalam perjalanan PPG kami, salah satu topik yang paling membuka mata adalah Culturally Responsive Teaching (CRT), atau Pengajaran yang Responsif terhadap Budaya. Seringkali, kita dihadapkan pada kelas yang beragam—beragam kemampuan (TaRL), beragam minat (Diferensiasi), dan tentu saja, beragam latar belakang budaya.

CRT menantang kita untuk melihat keragaman budaya ini bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai aset dan sumber daya utama untuk proses belajar. Melalui materi ini, kami diminta menganalisis dua studi kasus menarik yang menguji bagaimana kita bisa menerapkan CRT secara nyata. Saya ingin berbagi hasil analisis saya dan sangat ingin mendengar masukan dari Anda semua.

Studi Kasus 1: Pak Surya dan Matematika Kontekstual di Pasar

  • Masalah: Pak Surya mengajar Matematika (topik perkalian) di sekolah yang berlokasi dekat pasar. Mayoritas orang tua murid adalah pedagang.
  • Refleksi: Pendekatan tradisional yang mengajarkan 7 x 8 = 56 secara abstrak mungkin akan terasa jauh bagi murid. Namun, dengan CRT, Pak Surya memiliki kesempatan emas untuk memanfaatkan funds of knowledge (pengetahuan dan pengalaman yang dibawa murid dari rumah/lingkungan).
  • Solusi CRT: Pak Surya dapat merancang pembelajaran menggunakan konteks "pasar".
    1. Asesmen (Assess): Memulai dengan pertanyaan, "Siapa yang pernah membantu orang tua di pasar? Apa yang biasanya kalian hitung?"
    2. Perancangan (Design): Mengubah soal menjadi kontekstual. "Satu ikat rambutan harganya Rp7.000. Jika Ibu A memborong 8 ikat, berapa yang harus ia bayar?"
    3. Implementasi (Implement): Murid bisa berkolaborasi dalam simulasi "transaksi pasar". Mereka tidak hanya belajar perkalian, tetapi juga menerapkan pemahaman dalam konteks yang relevan dengan kehidupan nyata mereka.

Studi Kasus 2: Ibu Nisa dan Kelas Bahasa Sunda yang Multikultural

  • Masalah: Ibu Nisa mengajar Bahasa Sunda, tetapi sebagian besar muridnya berasal dari berbagai suku non-Sunda. Mereka mengalami kesulitan dan (kemungkinan besar) kurang motivasi6.
  • Refleksi: Jika dipaksakan, murid akan merasa "terasing" dan menganggap Bahasa Sunda sebagai beban. Ini adalah masalah relevansi dan identitas.
  • Solusi CRT: Kuncinya adalah mengubah paradigma dari "Belajar Bahasa Sunda" menjadi "Merayakan Keberagaman Bahasa di Kelas Kita".
    1. Asesmen (Assess): Mengidentifikasi bahasa daerah apa saja yang ada di kelas.
    2. Perancangan (Design): Merancang unit pembelajaran yang membandingkan kosakata dasar (sapaan, terima kasih, angka) dari berbagai bahasa daerah yang diwakili di kelas.
    3. Implementasi (Implement): Memulai dengan Identitas Diri Murid 7 (langkah 1 CRT): "Bagaimana cara mengucapkan 'Apa Kabar?' dalam bahasa daerahmu?". Kemudian, murid berkolaborasi (langkah 3 CRT) membuat "Kamus Mini Kelas"8, di mana Bahasa Sunda menjadi salah satu pilar utama yang dipelajari bersama bahasa lain.
    4. Hasil: Murid non-Sunda akan merasa budaya mereka dihargai sebagai aset9, bukan diabaikan. Ini menciptakan lingkungan yang aman, inklusif10, dan menumbuhkan rasa saling menghargai, sehingga motivasi untuk mempelajari Bahasa Sunda (sebagai bahasa tuan rumah/konteks) pun meningkat.

Penutup: Budaya sebagai Jembatan

Kedua kasus ini menegaskan bahwa CRT menuntut kita untuk menjadi guru sebagai pembelajar 11—pembelajar yang peka terhadap latar belakang murid dan mau merefleksikan bias kita sendiri12.

Ini adalah hasil analisis saya menggunakan Siklus Inkuiri Kolaboratif13. Saya yakin masih banyak cara lain yang lebih kreatif.

Bagaimana dengan Anda? Pernahkah Anda menghadapi tantangan serupa di kelas? Bagaimana Anda menggunakan budaya murid sebagai jembatan, bukan sebagai dinding, dalam pembelajaran?

Saya sangat menantikan masukan dan pengalaman rekan-rekan di kolom komentar!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membesarkan Anak di Era Digital: Strategi Orang Tua Menghadapi Era AI

Membesarkan Anak di Era Digital: Strategi Orang Tua Menghadapi Era AI Penulis : Rasimun,S.Ag.,M.Pd ( Kepala SMA NW Bogor ,PP Nurul Haramain NWDI Bogor) A. Pendahuluan Kehadiran teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara kita mendidik anak-anak. Dalam era yang semakin terkoneksi ini, orang tua dihadapkan pada tantangan baru yang perlu diatasi dengan strategi yang tepat. Bagaimana kita dapat memastikan anak-anak tumbuh dengan baik di tengah dinamika teknologi modern yang begitu cepat berkembang? B. Mengapa Perlu Strategi yang Tepat? Dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia secara online dan perangkat digital yang semakin canggih, orang tua perlu memainkan peran yang aktif dalam mengarahkan anak-anak mereka dalam penggunaan teknologi. Tanpa arahan yang benar, ada risiko anak-anak terpapar pada konten yang tidak sesuai, menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar, atau bahkan kehilangan sensitivitas terhadap kehidupan nyata. C. Strategi yang Dapat Dilakuka...

Merancang Pembelajaran Berbasis Pendekatan Culturally Responsive Teaching

  JURNAL PEMBELAJARAN: AKSI NYATA TOPIK 4 (Merancang Pembelajaran Berbasis Pendekatan Culturally Responsive Teaching) 1. DOKUMEN AKSI NYATA (RPP BERBASIS CRT) MODUL AJAR BAHASA INDONESIA (Berbasis CRT) Topik: Teks Anekdot: Mengidentifikasi dan Menganalisis Makna Tersirat (Kritik Sosial) Komponen : Deskripsi Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Fase / Kelas : E / Kelas 10 Nama Penyusun : Rasimun Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit (1 Pertemuan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN (UbD-Oriented) Murid dapat mengidentifikasi makna tersirat (kritik/sindiran) dalam teks anekdot. Murid dapat menganalisis relevansi kritik yang disampaikan dalam anekdot dengan konteks sosial-budaya mereka. B. ASESMEN AWAL (CRT-Focused Assessment) Diagnostik Kesiapan: Pertanyaan singkat tentang perbedaan antara teks lucu (...

Hari Pertama Kegiatan MPLS SMP- SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Bogor Tahun Pelajaran 2024-2025

Hari Pertama Kegiatan MPLS SMP- SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Bogor Tahun Pelajaran 2024-2025 Bogor, 15 Juli 2024 – Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMP-SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Ponpes Modern Nurul Haramain NWDI Bogor dimulai dengan penuh antusias. Acara pembukaan yang berlangsung dari pukul 08.00 WIB dibuka oleh Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Modern Nurul Haramain NWDI Bogor, Ustadz Yudi Hermawan, MA.Pd. dan Sambutan Pengarahan oleh Kepala Sekolah SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Ustadz Rasimun Rohimul Arbab,M.Pd. Acara ini dihadiri oleh Dewan Pimpinan Pondok Pesantren, Dewan Guru, staf, serta seluruh siswa baru. Dalam sambutannya, Ustadz Yudi menekankan pentingnya pendidikan untuk membina akhlakul karimah selain memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup. Kepala SMA Nahdlatul Wathan Bogor, Ustadz Rasimun Rohimul Arbab, M.Pd., kemudian memberikan pengarahan dan doa penutup. Beliau menyampaikan bahwa langkah pertama yang harus...