Langsung ke konten utama

PENGANTAR ILMU FAROID

PENGANTAR ILMU FAROID


Ada sepuluh hal dasar  (المَبَادِيُ العَشَرَةُ) yang perlu diketahui oleh penuntut ilmu sebelum memasuki pembahasan disiplin ilmu tertentu, yaitu:

  1. Definisi (التَّعْرِيفُ): Menjelaskan makna dan konsep dasar dari ilmu yang dipelajari.
  2. Objek Pembahasan (مَوْضُوعُ البَحْثِ): Menguraikan hal-hal yang menjadi fokus pembahasan dalam ilmu tersebut.
  3. Faidah (الفَائِدَةُ): Menjelaskan manfaat dan tujuan mempelajari ilmu itu.
  4. Kategori (التَّصْنِيفُ): Mengklasifikasikan ilmu tersebut ke dalam kelompok atau kategori yang lebih luas.
  5. Pencetus (Peletak Dasarnya) (وَاضِعُ الأُسُسِ): Menyebutkan pihak atau sumber yang meletakkan dasar-dasar ilmu tersebut.
  6. Penamaan (تَسْمِيَةُ): Menjelaskan nama-nama yang diberikan kepada ilmu tersebut.
  7. Sumber (المَصَادِرُ): Menyebutkan sumber-sumber yang menjadi rujukan dalam ilmu tersebut.
  8. Hukum Mempelajarinya (حُكْمُ تَعَلُّمِهِ): Menguraikan status hukum belajar ilmu tersebut, apakah wajib atau sunnah.
  9. Permasalahan yang Dibahas (المَشَاكِلُ المَبحُوثَةُ): Menjelaskan isu-isu atau topik yang menjadi bahasan dalam ilmu tersebut.
  10. Keutamaan (الفَضِيلَةُ): Menyampaikan keutamaan atau nilai lebih dari mempelajari ilmu tersebut.

Sumber: ‘Udatul Bahits fi Ahkam At-Tawaruts, Hal. 11.

A. Definisi Faraidh (الفَرَائِضُ):
Faraidh secara bahasa adalah kata bentuk jama’ (plural) dari faridhoh (فَرِيضَةٌ), yang bermakna at-taqdir (التَّقْدِيرُ), yaitu bagian yang ditetapkan. Adapun secara istilah, faraidh bermakna ilmu yang membahas tentang pembagian harta warisan, baik secara teoritis maupun praktek hitungan.


B. Objek Pembahasan (مَوْضُوعُ البَحْثِ):

Objek yang dibahas dalam ilmu ini adalah tentang harta warisan (المِيرَاثُ), terkait bagian masing-masing ahli waris (أنصِبَةُ الوَارِثِين), tata cara pembagiannya (طَرِيقَةُ التَّقْسِيم), dan hisab (الحِسَابُ) atau hitungannya.


C. Faidah Mempelajarinya (فَائِدَةُ تَعَلُّمِهَا):
Tujuan dan faidah mempelajari ilmu ini adalah supaya bisa membagikan harta warisan (المِيرَاثُ) kepada ahli waris (الوَرَثَة) sesuai dengan haknya masing-masing (حُقُوقِهِمُ المَشْرُوعَة).


D. Kategori Ilmu Ini (تَصْنِيفُ هَذَا العِلْمِ):
Ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) termasuk kategori ilmu syar’i (العِلْمُ الشَّرْعِيّ), khususnya ilmu fiqih (عِلْمُ الفِقْهِ). Oleh karena itu, ilmu faraidh termasuk salah satu bab pembahasan (بَابُ البَحْثِ) dalam kitab-kitab fiqih. Bahkan sebagian ulama’ (العُلَمَاء) menyusun kitab dan risalah khusus dalam ilmu faraidh karena pentingnya ilmu ini.

E. Peletak Dasarnya (وَاضِعُ أُسُسِهَا):
Yang meletakkan tuntunan tentang pembagian warisan (تَقْسِيمُ المِيرَاثِ) adalah Allah ﷻ (اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى).


F. Penamaan Ilmu Ini (تَسْمِيَةُ هَذَا العِلْمِ):
Ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) dinamakan juga dengan ilmu Mawarits (عِلْمُ المَوَارِيثِ) dan ilmu Qismati Tarikah (عِلْمُ قِسْمَةِ التَّرِكَةِ). Namun, penamaan yang paling masyhur (مَشْهُورٌ) di kalangan para ulama’ salaf (العُلَمَاءِ السَّلَفِ) dan kholaf (الخَلَفِ) adalah ilmu Faraidh (عِلْمُ الفَرَائِضِ).


G. Sumber Pendalilan (مَصَادِرُ الإِسْتِدْلَالِ):
Sumber pendalilan ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) adalah dari Al-Qur'an (القُرْآنُ), As-Sunnah (السُّنَّةُ), dan Ijma’ (الإِجْمَاعُ).

Dalil Al Quran : QS. Annisa ayat 7, 11, 12, dan 176.

An-Nisa' · Ayat 7

لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا ۝٧
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.

An-Nisa' · Ayat 11

يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًاۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ۝١١

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

An-Nisa' · Ayat 12

۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ ۝١٢Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

An-Nisa' · Ayat 176

يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِۗ اِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَۗ وَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْاۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌࣖ ۝١٧٦Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalālah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalālah, (yaitu) jika seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai seorang saudara perempuan, bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya. Adapun saudara laki-lakinya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan) jika dia tidak mempunyai anak. Akan tetapi, jika saudara perempuan itu dua orang, bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) beberapa saudara laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu agar kamu tidak tersesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Dalil Hadis : 

Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian warisan, lengkap dengan istilah Arabnya:

  1. Hadits Pertama:
    أَلْحِقُوْا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ

    “Berikanlah harta warisan kepada orang yang berhak menerimanya, sedangkan sisanya untuk kerabat laki-laki yang terdekat.”(HR. Bukhari no. 6732)

    Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ memerintahkan agar pembagian warisan dimulai dari Ashabul Furudh (أَصْحَابُ الفَرِيضَةِ), yaitu ahli waris yang mendapatkan jatah tertentu (setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, atau seperenam), kemudian jika ada sisa, maka diberikan kepada kerabat laki-laki yang terdekat (الْقَرَابَاتُ الرِّجَالِ الأقْرَبُ).

  2. Hadits Kedua:
    إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أعْتَقَ
    “Sesungguhnya wala’ itu milik orang yang memerdekakan.”(HR. Bukhari no. 456 dan Muslim no. 1504.)
    Dalam hadits ini, Nabi ﷺ menjelaskan bahwa orang yang memerdekakan budak akan mendapatkan hak wala’ (الْوَلَاءُ), yaitu jika budak yang ia bebaskan itu wafat dan tidak memiliki ahli waris, maka orang yang memerdekakan berhak untuk mendapatkan harta warisannya.

  3. Hadits Ketiga:
    الْخَالُ وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ
    “Paman (dari jalur ibu) itu mewarisi orang yang tidak memiliki ahli waris.”(HR. Tirmidzi no. 2104 dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2104)
    Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa paman (الْخَالُ) dari jalur ibu yang termasuk Dzawul Arham (ذَوُو الأَرْحَامِ) berhak mendapatkan warisan apabila orang yang wafat tidak memiliki ahli waris, baik dari Ashabul Furudh (أَصْحَابُ الفَرِيضَةِ) maupun Ashobah (الأَصْحَابُ).

  4. Hadits Keempat:
    لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
    “Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim.”(HR. Bukhari no. 1588 dan Muslim no. 1351.)
    لا يَتَوارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ
    “Orang yang berbeda agama tidak saling mewarisi.”(HR. Ibnu Majah dan  dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 7613.)
    Kedua hadits ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan pewarisan antara dua orang yang berbeda agama. Seorang muslim tidak bisa menerima warisan dari kerabatnya yang baragama nasrani (النَّصَارَى), dan orang nasrani pun tidak bisa menerima warisan dari kerabatnya yang muslim (المُسْلِمُون). Demikian pula sesama orang kafir tidak saling mewarisi jika agamanya berbeda.

  5. Hadits Kelima:
    لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيْرَاثِ شَيْءٌ
    “Si pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan (dari orang yang dibunuh) sedikitpun.”(HR. Abu Dawud no. 4564 dan  dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 5422.)
    Hadits ini menjelaskan bahwa seorang pembunuh (الْقَاتِلُ) tidak berhak mendapatkan warisan dari orang yang dibunuhnya, sebagai bentuk hukuman atas perbuatannya tersebut.

Hadits-hadits ini menunjukkan ketentuan dan prinsip-prinsip yang jelas mengenai pembagian warisan dalam Islam, serta menjelaskan hak dan larangan yang berkaitan dengan warisan.


H. Hukum Mempelajarinya (حُكْمُ تَعَلُّمِهِ):

Hukum mempelajari ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) adalah fardhu kifayah (فَرْضُ كِفَايَةٍ), yaitu apabila sebagian kaum muslimin (المُسْلِمُون) yang mencukupi telah mempelajarinya, maka kaum muslimin yang lain tidak menanggung dosa ketika tidak mempelajarinya.


I. Permasalahan yang Dibahas (المَشَاكِلُ المَبحُوثَةُ):
Permasalahan yang dibahas dalam ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) mencakup rincian ahli waris (الوَارِثِين), yaitu siapa sajakah yang berhak mendapatkan warisan (المِيرَاثُ), berapa bagian masing-masing (أَحْصَائُ الأَنْصِبَةِ), cara penghitungannya (طَرِيقَةُ الحِسَابِ), hal-hal yang menghalangi mendapatkan warisan, dan pembahasan-pembahasan lainnya (المَوَاضِيعُ الأُخْرَى).


J. Keutamaannya (فَضِيلَتُهَا):
Di antara yang menunjukkan keutamaan (الْفَضِيلَةُ) ilmu Faraidh (الفَرَائِضُ) adalah bahwasannya Allah ﷻ (اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى) sendiri yang menjelaskan rincian tentang pembagiannya dalam Al-Qur’an (القُرْآنُ), menunjukkan pentingnya ilmu ini. Demikian pula, secara umum, ilmu faraidh termasuk bagian dari ilmu syar’i (الشَّرْعِيّ) yang telah disebutkan sangat banyak keutamaannya (الأَفْضَلِيَّات) baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah (السُّنَّةُ).

Di antaranya Allah ﷻ (اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى) berfirman:


يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).

Dan Rasulullah ﷺ (رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bersabda:


مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa dikehendaki oleh Allah mendapatkan kebaikan, maka akan difahamkan dalam ilmu agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

kutipan ini menunjukkan betapa penting dan utamanya ilmu, termasuk ilmu Faraidh, dalam pandangan Islam, yang menjadi landasan dalam kehidupan beragama dan sosial.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Hari Pramuka di SMA Nahdlatul Wathan Bogor: Refleksi Semangat Kebangsaan dan Kepemimpinan

Upacara Hari Pramuka di SMA Nahdlatul Wathan Bogor: Refleksi Semangat Kebangsaan dan Kepemimpinan Bogor, 14 Agustus 2024 — SMA Nahdlatul Wathan Bogor, yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Bogor, menggelar upacara peringatan Hari Pramuka dengan penuh khidmat. Upacara yang diadakan di halaman sekolah ini diikuti oleh seluruh siswa, guru, dan staf sekolah.  Dalam upacara tersebut, para peserta tidak hanya diajak untuk mengenang sejarah berdirinya Gerakan Pramuka di Indonesia, tetapi juga untuk menanamkan semangat kebangsaan dan kepemimpinan. Kepala Sekolah SMA Nahdlatul Wathan Bogor, Rasimun, S.Ag., M.Pd., mengatakan bahwa tentang pentingnya peran Pramuka dalam membentuk karakter generasi muda yang tangguh, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan zaman. "Kegiatan Pramuka sangat relevan dengan tantangan era digital saat ini. Pramuka mengajarkan kedisiplinan, kerja sama, dan kepemimpinan, yang semuanya merupakan keterampilan yang dibutuhkan di masa d...

Hari Pertama Kegiatan MPLS SMP- SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Bogor Tahun Pelajaran 2024-2025

Hari Pertama Kegiatan MPLS SMP- SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Bogor Tahun Pelajaran 2024-2025 Bogor, 15 Juli 2024 – Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMP-SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Ponpes Modern Nurul Haramain NWDI Bogor dimulai dengan penuh antusias. Acara pembukaan yang berlangsung dari pukul 08.00 WIB dibuka oleh Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Modern Nurul Haramain NWDI Bogor, Ustadz Yudi Hermawan, MA.Pd. dan Sambutan Pengarahan oleh Kepala Sekolah SMA Nahdlatul Wathan Bogor,Ustadz Rasimun Rohimul Arbab,M.Pd. Acara ini dihadiri oleh Dewan Pimpinan Pondok Pesantren, Dewan Guru, staf, serta seluruh siswa baru. Dalam sambutannya, Ustadz Yudi menekankan pentingnya pendidikan untuk membina akhlakul karimah selain memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup. Kepala SMA Nahdlatul Wathan Bogor, Ustadz Rasimun Rohimul Arbab, M.Pd., kemudian memberikan pengarahan dan doa penutup. Beliau menyampaikan bahwa langkah pertama yang harus...

Pendidikan Akhlak Anak Sejak Dini dalam Perspektif Islam

Pendidikan Akhlak Anak Sejak Dini dalam Perspektif Islam Oleh : Rasimun ,S.Ag.,M.Pd. ( Kepala SMA NW Bogor ,PP Nurul Haramain NWDI Bogor)  A. Pendahuluan Pendidikan akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam Islam. Hal ini mencakup pembentukan karakter dan moral sejak usia dini sebagai bagian integral dari iman dan praktik kehidupan sehari-hari umat Muslim. Artikel ini akan mengulas secara singkat pentingnya pendidikan akhlak anak sejak dini dalam perspektif Islam, metode-metode yang dianjurkan, serta peran orang tua dan lingkungan dalam proses ini. B. Pentingnya Pendidikan Akhlak dalam Islam Pendidikan akhlak dalam Islam memiliki beberapa aspek penting yang harus dipahami: 1. Pembentukan Karakter yang Mulia Dalam ajaran Islam, pembentukan karakter yang baik dan mulia merupakan tujuan utama dalam pendidikan. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia" (HR. Ahmad). Hal ini menunjukkan pentingnya karakter y...